Teknik
Tinjauan Umum
Teknik seni grafis dapat dibagi dalam kategori dasar sebagai berikut:
- Cetak relief, di mana tinta berada pada permukaan asli dari matrix. teknik relief meliputi: cukil kayu, engraving kayu, cukil linoleum/linocut, dan cukil logam/metalcut.
- Intaglio, tinta berada di bawah permukaan matrix. teknik ini meliputi: engraving, etsa, mezzotint, aquatint, chine-collé dan drypoint;
- planografi di mana matrix permukaannya tetap, hanya mendapat perlakuan khusus pada bagian tertentu untuk menciptakan image/gambar. teknik ini meliputi: litografi, monotype dan teknik digital
- stensil, termasuk cetak saring dan pochoir.
Teknik lain dalam seni grafis yang tidak temasuk dalam kelompok ini adalah 'kolografi' (teknik cetak menggunakan kolase), proses digital termasuk giclée, medium fotografi serta kombinasi proses digital dan konvensional.
Kebanyakan dari teknik di atas bisa juga dikombinasikan, khususnya
yang berada dalam kategori sama. Misalnya, karya cetak Rembrandt
biasanya secara mudah disebut dengan "etsa", tapi seringkali dipakai
juga teknik engraving dan drypoint, dan bahkan kadang-kadang tidak ada
etsa-nya sama sekali.
Cukil Kayu
Cukil kayu , adalah salah satu teknik cetak relief,
merupakan teknik seni grafis paling awal, dan merupakan satu-satunya
yang dipakai secara tradisional di Asia Timur. Kemungkinan pertama kali
dikembangkan sebagai alat untuk menciptakan pola cetak pada kain, dan
pada abad ke-5 dipakai di Tiongkok untuk mencetak teks dan gambar pada
kertas. Teknik cukil kayu di atas kertas dikembangkan sekitar tahun
1400 di Eropa, dan beberapa waktu kemudian di Jepang. Di dua tempat
ini, teknik cukil kayu banyak digunakan untuk proses membuat gambar
tanpa teks.
Seniman
membuat skets terlebih dulu pada sebidang papan kayu, atau di kertas
yang kemudian ditransfer ke papan kayu. Tradisionalnya, seniman
kemudian menyerahkan rancangannya ke ahli cukil khusus, yang
menggunakan peralatan tajam untuk mencukil bagian papan yang tidak akan
terkena tinta. Bagian permukaan tinggi dari papan kemudian diberi tinta
dengan menggunakan roller, lalu lembaran kertas, yang mungkin sedikit lembap, ditaruh di bawah papan. Kemudian papan digosok dengan baren (alat yang digunakan di Jepang) atau sendok, atau melalui alat press. Jika memakai beberapa warna, papan yang terpisah dipakai untuk tiap warna.
Seniman yang menggunakan teknik ini:
Engraving
Proses ini dikembangkan di Jerman sekitar tahun 1430 dari engraving
(ukiran halus) yang digunakan oleh para tukang emas untuk mendekorasi
karya mereka. penggunaan alat yang disebut dengan burin merupakan ketrampilan yang rumit.
Pembuat engraving memakai alat dari logam yang diperkeras yang disebut dengan burin
untuk mengukir desain ke permukaan logam, tradisionalnya memakai plat
tembaga. Alat ukir tersebut memiliki bermacam-macam bentuk dan ukuran
menghasilkan jenis garis yang berbeda-beda.
Seluruh permukaan plat diberi tinta, kemudian tinta dibersihkan dari
permukaan, yang tertinggal hanya tinta yang berada di garis yang
diukir. Kemudian plat ditaruh pada alat press bertekanan tinggi bersama
dengan lembaran kertas (seringkali dibasahi untuk melunakkan). Kertas
kemudian mengambil tinta dari garis engraving (bagian yang diukir),
menghasilkan karya cetak.
Etsa
Etsa adalah bagian dari kelompok teknik intaglio bersama dengan engraving, drypoint, mezzotint dan aquatint. Proses ini diyakini bahwa penemunya adalah Daniel Hopfer
(sekitar 1470-1536) dari Augsburg, Jerman, yang mendekorasi baju
besinya dengan teknik ini. Etsa kemudian menjadi tandingan engraving
sebagai medium seni grafis yang populer. Kelebihannya adalah, tidak
seperti engraving yang memerlukan ketrampilan khusus dalam pertukangan
logam, etsa relatif mudah dipelajari oleh seniman yang terbiasa
menggambar.
Hasil cetakan etsa umumnya bersifat linear dan seringkali memiliki detail dan kontur halus. Garis
bervariasi dari halus sampai kasar. Teknik etsa berlawanan dengan
teknik cukil kayu, pada etsa bagian permukaan tinggi bebas tinta,
bagian permukaan rendah menahan tinta. Mula-mula selembar plat logam
(biasanya tembaga, seng atau baja) ditutup dengan lapisan semacam
lilin. Kemudian seniman menggores lapisan tersebut dengan jarum etsa
yang runcing, sehingga bagian logamnya terbuka. Plat tersebut lalu
dicelupkan dalam larutan asam atau larutan asam disapukan di atasnya.
Asam akan mengikis bagian plat yang digores (bagian logam yang
terbuka/tak terlapisi). Setelah itu, lapisan yang tersisa dibersihkan
dari plat, dan proses pencetakan selanjutnya sama dengan
Mezzotint
Salah satu cara lain dalam teknik intaglio
di mana plat logam terlebih dahulu dibuat kasar permukaannya secara
merata; gambar dihasilkan dengan mengerok halus permukaan, menciptakan
gambar yang dibuat dari gelap ke terang. Mungkin juga menciptakan
gambar hanya dengan mengkasarkan bagian tertentu saja, bekerja dari
warna terang ke gelap.
Mezzotint dikenal karena kualitas tone-nya yang kaya: pertama,
karena permukaan yang dikasarkan secara merata menahan banyak tinta,
menghasilkan warna cetak yang solid; kedua, karena proses penghalusan
tekstur dengan menggunakan burin, atau alat lain menghasilkan gradasi
halus untuk mengembangkan tone.
Metode mezzotint ditemukan oleh Ludwig von Siegen
(1609-1680). Proses ini dipakai secara luas di Inggris mulai
pertengahan abad delapanbelas, untuk mereproduksi foto dan lukisan.
Aquatint
Adalah variasi dari etsa. Seperti etsa, aquatint menggunakan asam
untuk membuat gambar cetakan pada plat logam. Pada teknik etsa
digunakan jarum untuk menciptakan garis yang akan menjadi warna tinta
pekat, aquatint menggunakan serbuk resin yang tahan asam untuk
menciptakan efek tonal.
Kebanyakan karya-karya grafis Goya menggunakan teknik aquatint.
Drypoint
Merupakan variasi dari engraving, dikerjakan dengan alat runcing, bukan dengan alat burin
berbentuk "v". Sementara garis pada engraving sangat halus dan bertepi
tajam, goresan drypoint meninggalkan kesan kasar pada tepi garis. Kesan
ini memberi ciri kualitas garis yang lunak, dan kadang-kadang berkesan
kabur, pada drypoint. Karena tekanan alat press dengan cepat merusak
kesan tersebut, drypoint hanya berguna untuk jumlah edisi yang sangat
kecil; sekitar sepuluh sampai duapuluh karya. Untuk mengatasi ini,
penggunaan electro-plating (pelapisan secara elektrik dengan bahan
logam lain) telah dilakukan sejak abad sembilanbelas untuk mengeraskan
permukaan plat.
Teknik ini kelihatannya ditemukan oleh seorang seniman Jerman selatan abad limabelas yang memiliki julukan Housebook Master, di mana semua karya-karyanya menggunakan drypoint. Di antara seniman old master print
yang menggunakan teknik ini: Albrecht Dürer memproduksi 3 karya
drypoint sebelum akhirnya berhenti menggunakannya; Rembrandt sering
menggunakannya, tapi biasanya digabungkan etsa dan engraving.
Litografi
Litografi adalah teknik yang ditemukan pada tahun 1798 oleh Alois Senefelder
dan didasari pada sifat kimiawi minyak dan air yang tak bisa bercampur.
Digunakan permukaan berpori, biasanya sejenis batu yang disebut limestone/batu
kapur; gambar dibuat pada permukaan batu dengan medium berminyak.
Kemudian dilakukan pengasaman , untuk mentransfer minyak ke batu,
sehingga gambar 'terbakar' pada permukaan. Lalu dilapisi gum arab,
bahan yang larut air, menutupi permukaan batu yang tidak tertutupi
medium gambar (yang berbasis minyak). Batu lantas dibasahi, air akan
berada pada bagian permukaan yang tidak tertutup medium gambar berbasis
minyak tadi; selanjutnya batu di-roll dengan tinta berbasis minyak ke
seluruh permukaan; karena air menolak sifat minyak pada tinta maka
tinta hanya menempel pada bagian gambar yang berminyak. Kemudian
selembar kertas lembap diletakkan pada permukaan, image/gambar
ditransfer ke kertas dengan menggunakan alat press. Teknik litografi
dikenal dengan kemampuannya menangkap gradasi halus dan detail yang sangat kecil.
Variasi dari teknik ini adalah foto-litografi, di mana gambar ditangkap lewat proses fotografis pada plat logam; kemudian pencetakan dilakukan dengan cara yang sama.
Seniman yang menggunakan teknik ini:
George Bellows, Pierre Bonnard, Honoré Daumier, M.C. Escher, Ellsworth Kelly, Willem de Kooning, Joan Miró, Edvard Munch, Emil Nolde, Pablo Picasso, Odilon Redon, Henri de Toulouse-Lautrec and Stow Wengenroth
Cetak Saring
Cetak saring dikenal juga dengan sablon atau serigrafi menciptakan warna padat dengan menggunakan teknik stensil.
Mula-mula seniman menggambar berkas pada selembar kertas atau plastik
(kadang-kadang dipakai juga film.) Gambar kemudian dilubangi untuk
menciptakan stensil. (Bagian yang berlubang adalah bagian yang akan
diwarnai.) Sebuah screen
dibuat dari selembar kain (asalnya dulu menggunakan sutra) yang
direntangkan pada rangka kayu. Selanjutnya stensil ditempelkan pada
screen. Kemudian screen diletakkan di atas kertas kering atau kain.
Tinta dituangkan di sisi dalam screen. Sebuah rakel
dari karet digunakan untuk meratakan tinta melintasi screen, di atas
stensil, dan menuju ke kertas atau kain. Screen diangkat ketika gambar
sudah ditransfer ke kertas/kain. Tiap warna memerlukan stensil yang
terpisah. Screen bisa dipakai lagi setelah dibersihkan.
Seniman yang menggunakan teknik ini:
Josef Albers, Chuck Close, Ralston Crawford, Robert Indiana, Roy Lichtenstein, Julian Opie, Robert Rauschenberg, Bridget Riley, Edward Ruscha, dan Andy Warhol.
Cetak Digital
Cetak digital merujuk pada image/citra yang diciptakan dengan komputer menggunakan gambar, teknik cetak lain, foto, light pen serta tablet,
dan sebagainya. Citra tersebut bisa dicetak pada bahan yang bervariasi
termasuk pada kertas, kain atau kanvas plastik. Reproduksi warna yang
akurat merupakan kunci yang membedakan antara digital print berkualitas
tinggi dengan yang berkualitas rendah. Warna metalik (emas, perak)
sulit untuk direproduksi secara akurat karena akan memantul-balikkan
sinar pada scanner digital. Cetak digital berkualitas tinggi biasanya
direproduksi dengan menggunakan file data ber-resolusi sangat tinggi
dengan printer ber-presisi tinggi.
Cetak digital bisa dicetak pada kertas printer desktop standar dan kemudian ditransfer ke art paper tradisional (misalnya, Velin Arch atau Stonehenge 200gsm). Salah satu cara mentransfer berkas adalah dengan meletakkan hasil cetakan menghadap permukaan, art paper kemudian diolesi dengan Wintergreen oil di belakang cetakan, kemudian dipress.
Sosiolog Jean Baudrillard memiliki pengaruh besar dalam seni grafis digital lewat teori yang diuraikannya dalam Simulacra and Simulation.
Cetak digital bisa dicetak pada kertas printer desktop standar dan kemudian ditransfer ke art paper tradisional (misalnya, Velin Arch atau Stonehenge 200gsm). Salah satu cara mentransfer berkas adalah dengan meletakkan hasil cetakan menghadap permukaan, art paper kemudian diolesi dengan Wintergreen oil di belakang cetakan, kemudian dipress.
Sosiolog Jean Baudrillard memiliki pengaruh besar dalam seni grafis digital lewat teori yang diuraikannya dalam Simulacra and Simulation.
Seniman yang menggunakan teknik ini:
Istvan Horkay,Zazie (seniman surrealis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar